Senin, 31 Maret 2008

CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA

Walaupun film, buku, dan media massa sering menyebut-nyebut tentang cinta pada pandangan pertama, banyak orang yang berpendapat bahwa hal ini hanya membesar-besarkan romantisme dan sangat jarang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Mereka berpendapat bahwa akan sulit mencintai seseorang yang kepribadiannya belum dikenal secara lebih jauh. Ketertarikan memang tidak bisa begitu saja disamakan dengan cinta, mengingat cinta melibatkan emosi yang lebih dalam.

Budaya pop, terutama media massa lebih memusatkan perhatian pada cinta romantis, sehingga mempengaruhi banyak orang untuk berpikir bahwa inilah bentuk cinta sejati yang harus dimiliki setiap pasangan. Pada kenyataannya, menurut para pakar, cinta yang romantis hanyalah bagian awal dari sebuah perjalanan panjang, dan banyak orang justru melakukan kesalahan fatal pada tahap ini.

Tahap cinta berikutnya, walaupun tidak seintens cinta romantis, biasanya lebih dalam, lebih membahagiakan dan tentu saja lebih terasa aman karena sudah mengenal pasangan dengan lebih baik. Untuk mencapai tahap ini tentunya diperlukan waktu yang lebih lama, karena dalam kurun waktu tertentu itu pasangan bisa saling belajar baik tentang dirinya sendiri maupun pasangannya.

Jatuh cinta pada pandangan pertama dapat menjadi titik tolak dari perjalanan menuju cinta yang lebih jauh. Tapi sekali lagi, hal ini bisa jadi bahaya. Karena pada awalnya kita sering mengira bahwa ketertarikan sama dengan cinta, tidak sedikit remaja yang terpeleset dan menyerahkan segala-galanya kepada pasangannya karena mengira bahwa inilah cinta sejatinya.